SIGAPNGAWI ||
Melemahnya nilai tukar rupiah tembus Rp 15 ribu per dollar cukup
berpengaruh pada nilai jual hasil pertanian khususnya gabah. Awal musim
panen ketiga tahun ini di wilayah Ngawi, Jawa Timur harga gabah terus
melambung terhitung sepekan terakhir.
Dari
Rp 4.700 ribu per kg gabah kini tembus Rp 5.000 ribu per kg. Hal itu
mengindikasikan harga gabah berpengaruh langsung terhadap nilai tukar
rupiah. Di satu sisi petani dibuat lega dan melonggarkan ikat pinggang.
Namun, belum tentu petani dibuat puas pasca panen ketika memasuki musim
tanam berikutnya.
"Lumayan
harga gabah terus meningkat tetapi juga khawatir dengan harga pupuk
nantinya. Bagaimana kalau ikut melesat naik drastis harganya tentu
merepotkan kita juga nantinya," ujar Supriyono, Senin, (15/10).
Salah
satu petani sekaligus kepala desa (kades) Teguhan, Kecamatan Paron,
Ngawi hanya berharap pemerintah harus bijak menyikapi masalah petani
jika harga pupuk benar-benar naik. Jangan sampai nilai jual tidak
sebanding dengan biaya produksi seperti musim sebelumnya.
Menyusul
sebagai petani penggarap sawah ujarnya, setiap musim tanam dirinya
harus merogoh kocek dalam-dalam untuk membeli pupuk. Hampir puluhan juta
pasti keluar dari dompetnya untuk membeli 7 ton pupuk dengan bermacam
jenisnya. Sebab, setiap per 1 hektar sawah membutuhkan sekitar 1 ton
pupuk yang terdiri Urea, Za, maupun pupuk organik plus obat pestisida.
"Hitung
saja kalau 1 ton pupuk waktu harga normal sudah tembus 3 juta rupiah.
Kalau nanti harga pupuk naik dengan alasan nilai tukar rupiah bagaimana
nasib petani seperti saya ini," pungkas Supriyono. (pr)
0 komentar: