SIGAPNGAWI || Pada
Pemilu 2019 mendatang potensi hilangnya hak suara pemilih tidak sebatas pada
pemilih pemula saja. Melainkan pemilih yang pindah domisili menjelang pesta
demokrasi tersebut akan kehilangan hak suaranya.
Aswan Hadi
Najamudin aktivis hukum dan politik asal Ngawi, Jawa Timur mengungkap ada
sederet potensi yang menyebabkan pemilih tidak bisa menyampaikan hak politiknya
secara total. Ia khawatir jika tidak segera difasilitasi pemerintah maupun
penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU akan berimbas pada permasalahan krusial
di negeri ini.
Kata Najam
demikian sapaan akrabnya, pemungutan suara pemilihan umum pada 17 April 2019
sangat berbeda jauh dengan proses maupun regulasi dengan Pemilu 2014. Aturan
KPU sebagaimana terjemahan dari Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilu
sangat rentan masalah dan sengketa terkait langsung hak pilih.
“Masalah hak
pilih itu persoalan yang sangat penting bukan sebatas persoalan partai politik
peserta pemilu. Kalau tidak ada jalan keluar atau solusi bisa saja dikatakan
hak pemilih dalam hal ini konstituen dipreteli hak politiknya,” beber Najam,
Rabu, (03/10).
Najam membeberkan,
pada Pemilu 2014, jika seseorang
pindah domisili, maka dia tetap mendapatkan surat suara yang sama antara
domisili baru dengan tempat asal. Sedangkan pada ketentuan baru untuk Pemilu
2019, surat suara yang diberikan akan disesuaikan dengan domisili baru.
“Contoh
real saja berapa juta pemilih pemula yang berada diluar domisili dan tidak
tercatat dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap-red) didaerah asalnya karena mereka
jelas-jelas beraktivitas diluar daerah. Entah sebagai mahasiswa maupun yang ada
di pondok pesantren,” ungkapnya.
Ia berharap Komisi II DPR RI harus secepatnya mengambil tindakan melakukan koordinasi dengan KPU. Mengingat sejak 23 September 2018 lalu sudah memasuki masa kampanye. Seharusnya, KPU jangan mempersulit proses pemungutan suara hanya lantaran domisili.
Ia berharap Komisi II DPR RI harus secepatnya mengambil tindakan melakukan koordinasi dengan KPU. Mengingat sejak 23 September 2018 lalu sudah memasuki masa kampanye. Seharusnya, KPU jangan mempersulit proses pemungutan suara hanya lantaran domisili.
Terpisah
melalui sambungan selular Syamsul Watoni Ketua KPU Kabupaten Ngawi mengatakan, pada
prinsipnya sesuai dalam Pasal 348 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 diatur
bahwa pindah domisili ini berbeda dengan Pemilu 2014.
Toni lebih lanjut menjelaskan, apabila seseorang pindah domisili keluar dari dapil DPRD kabupaten/kota tetapi masih dalam provinsinya, maka yang bersangkutan hanya akan mendapatkan tiga surat suara, yakni surat suara untuk pemilihan presiden/wakil presiden, surat suara untuk pemilihan DPD RI, dan surat suara untuk DPR RI.
“Kami
sebagai penyelenggara pemilu hanya mengemban amanah dari undang-undang saja,”
pungkas Toni. (pr)
0 komentar: