SIGAPNGAWI - Gagal, itulah nasib yang diderita salah satu peserta tes tenaga honorer
kategori 2 (K2) yang dilakukan pemerintah sejak 2013 lalu. Didik
Kuntono (50) seorang tenaga guru yang menyandang status K2 asal Ngawi
kini hanya mengaku pasrah terhadap nasibnya yang semakin tidak jelas.
Momen Hari Guru Nasional 2018 dirinya tidak berharap banyak.
"Sudahlah
terima nasib apa adanya. Sekarang hanya minta pemerintah segera
terbitkan peraturan pemerintah (PP-red) agar kami ini ada pengakuan itu
saja," terang Didik Kuntono, Senin, (26/11/2018).
Ia
ceritakan, yang dinanti puluhan rekan K2 di daerah seperti Ngawi hanya
terbitnya PP sebagai dasar kebijakan pemerintah untuk mengangkat menjadi
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Menyusul dari
pengabdianya selama ini menjadi tenaga didik/guru lebih dari 14 tahun.
Pasalnya
lagi, berbagai langkah untuk menuntut bisa diangkat menjadi aparatur
sipil negara (ASN) sudah dilakukan. Agar sesuai tujuan yang diharapkan
menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) bertahun-tahun pun kandas. Menyusul
terbitnya Permen PAN-RB Nomor 36 Tahun 2018.
Dimana
dalam aturan itu jelas tertuang tenaga K2 yang bisa diangkat sebagai
ASN melalui mekanisme tes CPNS harus di bawah usia 35 tahun terhitung
per 1 Agustus 2018. Secara otomatis 271 orang K2 asal Ngawi dibuat
klepek-klepek. Pasalnya, yang memenuhi syarat terkait Permen PAN – RB
itu di Ngawi hanya 30 orang dan sisanya tidak bisa dicover dengan alasan
usia.
“Kita sudah bareng-bareng ke Jakarta kemarin itu untuk berjuang. Hasilnya sangat tidak memuaskan,” jelasnya.
Didik
mengakui, secara nasional pihaknya terus berupaya memperoleh keadilan
dari pemerintah setelah puluhan tahun mengabdi sebagai tenaga didik
(guru-red). Sekarang satu-satunya jalan tetap mengajukan judicial revive
ke Mahkamah Konstitusi. Siapa tahu gugatan tersebut membuahkan hasil
terhadap semua yang diperjuangkan K2 selama ini. (pr)
0 komentar: