SIGAPNGAWI || Nasib tenaga honorer kategori dua
(K2) hanya bisa berharap ada ‘kejaiban’ dari pemerintah pusat yang selama ini ia
perjuangkan. Sekarang hanya bisa pasrah sambil menanti ada kepastian peraturan
pemerintah (PP) sebagai payung hukum jika terpaksa diangkat menjadi pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).
“Iya bagaimana lagi sekarang hanya
mengharap secepatnya terbit peraturan pemerintahnya itu. Mau berharap lebih
dari itu jelas selalu mentok,” terang Didik Kuntono koordinator K2 Ngawi, Rabu,
(07/11/2018).
Pasalnya, berbagai langkah untuk
menuntut bisa diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) sudah dilakukan.
Agar sesuai tujuan yang diharapkan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) bertahun-tahun
pun kandas. Menyusul terbitnya Permen PAN-RB Nomor 36 Tahun 2018.
Dimana dalam aturan itu jelas tertuang
tenaga K2 yang bisa diangkat sebagai ASN melalui mekanisme tes CPNS harus di
bawah usia 35 tahun terhitung per 1 Agustus 2018. Secara otomatis 271 orang K2
asal Ngawi dibuat klepek-klepek. Pasalnya, yang memenuhi syarat terkait Permen
PAN – RB itu di Ngawi hanya 30 orang dan sisanya tidak bisa dicover dengan
alasan usia.
“Kita sudah bareng-bareng ke Jakarta
kemarin itu untuk berjuang. Hasilnya sangat tidak memuaskan,” jelasnya.
Didik mengakui, secara nasional pihaknya
terus berupaya memperoleh keadilan dari pemerintah setelah puluhan tahun
mengabdi sebagai tenaga didik (guru-red). Sekarang satu-satunya jalan tetap
mengajukan judicial revive ke Mahkamah Konstitusi. Siapa tahu gugatan tersebut
membuahkan hasil terhadap semua yang diperjuangkan K2 selama ini. (pr)
0 komentar: